Pringsewu, Cakra.or.id – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, melayangkan laporan resmi ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terhadap Kapolres Pringsewu, AKBP M. Yunus Saputra. Laporan bernomor SPSP2/005556/XI/2024/BAGYANDUAN ini menuding Kapolres melakukan intimidasi terhadap wartawan melalui *voice note* viral dan surat edaran yang berbau ancaman.
*Voice note* yang tersebar luas itu berisi ancaman tegas terhadap wartawan yang tak terverifikasi Dewan Pers. Ancaman ini diperkuat surat edaran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pringsewu – diduga atas instruksi Kapolres – yang melarang instansi pemerintah, termasuk sekolah, kepala desa, dan puskesmas, melayani wartawan yang dianggap “abal-abal,” tak terverifikasi Dewan Pers, dan tanpa sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Lalengke, dalam komunikasi langsung dengan perwakilan Propam Mabes Polri, Bapak Yanuan, menyerahkan bukti berupa *voice note* dan surat edaran tersebut. Ia membantah keras tudingan rekayasa dan siap mempertanggungjawabkan laporan ini, menegaskan kredibilitasnya sebagai Ketua Umum PPWI dan alumni Lemhanas.
Tindakan Kapolres, menurut Lalengke, bukan hanya keliru tetapi juga melanggar hukum. Ia tegas menyatakan tak ada dasar hukum yang mewajibkan wartawan terverifikasi Dewan Pers. Legalitas media, jelasnya, berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Lalengke mempertanyakan otoritas Dewan Pers yang mengeluarkan aturan seakan-akan di atas peraturan pemerintah yang dibentuk DPR. Pernyataan Kapolres, menurutnya, mencerminkan pemahaman yang dangkal tentang regulasi pers dan praktik jurnalistik.
Lalengke mendesak Kapolri untuk mencopot AKBP M. Yunus Saputra. Ini bukan insiden pertama yang menimbulkan kontroversi bagi Kapolres tersebut. Ia menambahkan, proses hukum tetap harus berjalan bagi wartawan atau masyarakat yang melanggar aturan, namun surat edaran dan *voice note* tersebut merupakan tindakan yang sangat salah dan arogan.
Langkah Kapolres tersebut dinilai sebagai upaya untuk membungkam suara pers dan mengintimidasi jurnalis yang menjalankan tugasnya, Laporan ini pun diharapkan menjadi momentum penegakan supremasi hukum dan perlindungan kebebasan pers di Indonesia.
Red