KABUPATEN PASURUAN || www.cakra.or.id || Perombakan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kabupaten Pasuruan yang dilakukan pada Kamis (19/12/2024) melalui sidang paripurna internal telah memicu perdebatan pro dan kontra di kalangan pegiat politik dan organisasi non-pemerintah (NGO).
Menanggapi polemik tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menggelar musyawarah dengan beberapa NGO yang memiliki pandangan berbeda. Pada Senin (23/12/2024), Samsul menjelaskan langkah-langkah yang diambil sebelum melakukan perombakan AKD di ruang kantor DPRD Kabupaten Pasuruan, Raci, Kecamatan Bangil.
Samsul menegaskan bahwa perombakan AKD, termasuk pergantian Ketua, Wakil, atau Sekretaris Komisi, sah menurut hukum. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 12/2018, Pasal 47 Ayat (6-7-8). Perombakan ini merupakan usulan dan kesepakatan bersama sebagian fraksi yang telah disetujui melalui Badan Musyawarah (Bamus) DPRD.
“Kami telah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemprov Jatim, dan pakar hukum tata negara UNIBRAW mengenai perubahan AKD sebelum masa jabatan 2 tahun 6 bulan pimpinan AKD berakhir. Konsultasi tersebut memastikan bahwa hal ini dibolehkan dan tidak ada larangan dalam pasal-pasal yang terkait,” ungkap Samsul Hidayat.
“Semua proses yang dilakukan telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2018 dan juga Peraturan DPRD Kabupaten Pasuruan tahun 2024 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Pasuruan. Saya sebagai Ketua DPRD bertanggung jawab penuh atas keputusan tersebut,” tambah politikus PKB ini.
Ayik Suhaya, Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI), memberikan perhatian serius terhadap perubahan pimpinan AKD. Ia memberikan masukan dan menilai bahwa proses yang dilakukan DPRD sudah sesuai mekanisme dan prosedur.
“Wajar ada pro dan kontra atas keputusan paripurna mengenai perubahan AKD. Semua penjelasan telah disampaikan oleh Ketua DPRD, mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan DPRD 2024, hasil konsultasi ke Biro Pemerintah dan Otda Pemprov Jatim, hingga konsultasi dengan pakar hukum tata negara UNIBRAW. Bila ada pihak dari beberapa Fraksi atau Partai yang keberatan, silakan saja gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Saya kira apa yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Pasuruan itu sah,” ungkap Ayik Suhaya.
Dinamika politik di Kabupaten Pasuruan memanas, khususnya setelah partai pemenang suara terbesar kedua, Gerindra, dan partai koalisi pasangan Ru-Bi tidak mendapat jatah pimpinan AKD dalam paripurna sebelumnya. Meskipun mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut, perubahan susunan Pimpinan AKD DPRD setelah kemenangan pasangan Rusdi – Shobih dalam Pilkada Bupati menimbulkan kegaduhan.
Ketua LSM Jawapes DPD Jatim, H.S. Samiadji, turut berdiskusi dan memberikan pandangan saat pertemuan dengan Ketua DPRD, jajarannya, dan LSM pro dan kontra.
“Ini adalah demokrasi, politik yang dinamis berjalan normatif di Pasuruan. Perubahan Pimpinan AKD didasari usulan sebagian besar fraksi DPRD dan ditetapkan dalam Paripurna. Ini adalah terobosan bagus DPRD yang berani melakukan perubahan sebelum masa jabatan habis 2 tahun 6 bulan, sesuai aturan, dan dikonsultasikan dengan pakar hukum. Hal ini mungkin baru pertama kali terjadi di Indonesia,” ungkap Cak Kaji, yang dikenal sebagai penghobi bonsai.
“Masuknya partai koalisi pemerintahan Ru-Bi dalam posisi pimpinan AKD merupakan hasil proses politik lintas partai yang bersepakat. Semua ini bertujuan untuk rakyat Kabupaten Pasuruan agar Pemerintah dan DPRD dapat bersinergi dalam menjalankan program dan janji politik Kepala Daerah tahun 2025-2030 dengan lancar. Sinergi ini terjalin melalui deal politik yang dibangun setelah bergabungnya partai koalisi di kursi pimpinan AKD. Bagi yang tidak mendapat jatah, silakan menjadi oposisi dan menjalankan fungsi kontrol atas proses pemerintahan. Hal ini juga baik untuk demokrasi di Kabupaten Pasuruan,” tutup Ketua LSM Jawapes DPD Jawa Timur.
Saichu