Surabaya , Cakra.or.id- Polemik dugaan pemerasan terhadap seorang sopir tangki Pertamina berinisial BT tengah menjadi sorotan tajam, terutama di kalangan jurnalis. Sejumlah wartawan melakukan investigasi lebih mendalam terkait peristiwa yang diduga melibatkan korban fitnah dari oknum jurnalis berinisial Y/H terhadap BS, Pimpinan Redaksi media online www.busercyber.com.
Perhatian jurnalis terfokus pada pemberitaan media online “www.mediasuararakyatindonesia.id” yang diklaim sebagai sumber narasi utama. Diduga, oknum Redaktur Pelaksana berinisial NYA telah menyajikan narasi yang tidak sesuai fakta, hanya berdasarkan cerita sepihak tanpa verifikasi lapangan.
Sejumlah media lain tampak meniru dan menyalin (copy-paste) informasi dari “mediasuararakyatindonesia.id” dengan penulisan atas inisial Y/H. Oknum tersebut mengaku sebagai jurnalis, namun tidak memiliki bukti valid, melanggar aturan Dewan Pers yang mengatur etika dan standar jurnalisme.
Judul berita “Gerombolan Oknum Wartawan dan LSM Diduga Memeras Sopir Tangki BBM Pertamina” yang diangkat media tersebut, berujung pada pemecatan sopir. Padahal, laporan itu merupakan hasil rekayasa oknum Redaktur Pelaksana tanpa bukti valid.
BS, yang disebut sebagai salah satu pelaku dugaan pemerasan, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan tidak terlibat dalam kejadian tersebut, tidak berada di lokasi saat peristiwa berlangsung, dan tidak berada di wilayah Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan.
“Saya tidak berada di tempat kejadian saat oknum wartawan diduga melakukan pemerasan,” tegas BS melalui sambungan telepon WhatsApp. BS bahkan telah menghubungi NY untuk klarifikasi, serta meminta bantuan rekan media untuk menyampaikan pesan. Namun, NY diduga mengulur waktu dengan alasan menunggu kabar lebih lanjut selama 2×24 jam.
Sebagai jurnalis profesional, NY seharusnya memiliki bukti nyata untuk menuduh BS terlibat dalam peristiwa tersebut. Alih-alih segera melakukan klarifikasi, sikap NY terkesan berbelit-belit, seakan-akan ada maksud atau unsur kebencian terhadap BS.
Seharusnya NY tidak menunggu lebih dari 2×24 jam untuk dihubungi, dan tidak perlu menggunakan alasan “tunggu besok” untuk menghindari konfirmasi. Apalagi, BS selama ini tidak pernah melakukan kesalahan yang melanggar hukum atau menyalahi/menyinggung perasaan NY. Sebelumnya, NY bahkan menganggap BS sebagai “saudara tertua” yang baik.
Investigasi lebih lanjut menunjukkan peristiwa ini bermula dari dugaan penyelewengan isi muatan BBM oleh seorang sopir tangki merah putih milik Pertamina di wilayah Prapat Kurung. Oknum jurnalis berinisial CI, yang telah meliput berita di beberapa media, membuntuti sopir tangki tersebut hingga ke SPBU Trosobo, lokasi yang tercantum dalam dokumen pengiriman (delivery order).
Di lokasi, oknum jurnalis melakukan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sopir dan kernet truk. Karena takut dilaporkan ke pihak Pertamina atau kepolisian, sopir tersebut memilih berdamai dengan para wartawan.
Kasus ini menjadi bukti pentingnya memahami hukum sebab-akibat dalam setiap pelanggaran, bukan hanya melihat dari satu sudut pandang atau pemberitaan sepihak tanpa konfirmasi. Saling serang dan tudingan melalui karya tulis di antara jurnalis tidak mencerminkan profesionalisme, melainkan menunjukkan konflik kepentingan.
Perihal “KESALAHAN” dalam pemberitaan telah diatur dalam UU RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 Ayat 11 menyebutkan hak jawab, yaitu hak seseorang untuk menanggapi atau menyanggah pemberitaan yang merugikan nama baiknya. Peristiwa dugaan penyelewengan BBM dan aksi pemerasan oleh oknum wartawan dan LSM seharusnya menjadi pelajaran bersama, bukan ajang saling serang. Profesi Wartawan atau Jurnalis perlu menjaga integritas bersama dan menjunjung tinggi etika.
Ghana