Situbondo, Cakra.or.id – Maraknya kerusakan hutan lindung dan hutan produksi di Kayu Mas, Situbondo, memantik keprihatinan LBH Cakra DPC Situbondo. Ketua DPC, Nofika Syaiful Rahman (Opek), mempertanyakan peran Perhutani sebagai pengelola hutan dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut, khususnya terkait dengan kabar perambahan hutan yang melibatkan ratusan pohon . Sabtu,25/01/2025
“Jika benar ratusan pohon jati ditebang seperti yang diberitakan di media sosial, di mana fungsi pengawasan Perhutani selama ini?” tanya Opek kepada awak media. “Kami curiga adanya pembiaran dan kongkalikong yang melibatkan pihak terkait seperti WakA, Asper, dan RKPh Bayeman,” tegasnya.
Opek menduga bahwa Perhutani dan pihak terkait lalai menjalankan tugasnya dan baru bertindak setelah kasus perambahan hutan ramai di media sosial. Ia menegaskan bahwa pembiaran kerusakan hutan merupakan pelanggaran hukum yang dapat dijerat dengan pidana penjara sesuai dengan Pasal 104 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
“Sanksi pidana lain yang dapat dikenakan juga tercantum dalam Pasal 19 Huruf a dan atau b Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf e Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu bara,” jelas Opek.
LBH Cakra DPC Situbondo mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menyelidiki kasus ini dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan hutan di Kayu Mas. Opek berharap kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan hutan di Situbondo dan mencegah kerusakan hutan di masa mendatang.
RGN350