Manggarai – Dr. Edi Hardum, SH, MH. mengungkapkan keprihatinannya terkait nasib Elias Ndala, seorang tenaga kesehatan yang tidak diangkat kembali sebagai tenaga harian lepas (THL) bersama 246 tenaga kesehatan lainnya oleh Bupati Heri Nabit dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Drg. Bartolomeus Hermopan.
Keprihatinan publik semakin meningkat atas keputusan Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan, yang dianggap banyak orang sebagai ketidakadilan terhadap Elias yang telah mengabdikan diri selama 14 tahun di bidang kesehatan.
Edi mendesak Elias untuk menulis surat kepada Penjabat Bupati saat ini, dengan alasan bahwa keputusan untuk memberhentikan Elias dibuat oleh Bupati Nabit dan merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
“Elias Ndala harus segera menulis surat kepada Penjabat Bupati sekarang, dan semoga permintaan Elias untuk diangkat kembali sebagai THL akan dikabulkan. Pemberhentian Elias merupakan keputusan yang diambil oleh Nabit,” tegas Edi melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 13 November 2024.
Menurut Edi, keputusan Nabit didorong oleh keinginan untuk memperkuat kekuasaannya daripada melayani masyarakat.
“Rezim Nabit terang-terangan mengabaikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” tegas Edi.
Elias Ndala Mencari Keadilan
Elias Ndala kembali bersuara setelah dirinya gagal lolos seleksi administrasi PPPK (Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil untuk Penempatan). Diketahui, Elias gagal dalam seleksi ini karena ada beberapa surat keterangan yang tidak ditandatangani oleh Kepala Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Manggarai yang menjadi persyaratan dalam seleksi administrasi.
Elias bingung mengapa Drg. Bartolomeus Hermopan, Kepala Dinas Kesehatan Manggarai, tidak memberinya surat pengalaman kerja, surat aktif kerja, dan surat perintah kerja yang diperlukan.
Elias mengklaim bahwa dirinya tidak pernah menerima peringatan atau tindakan disiplin selama 14 tahun masa pengabdiannya.
Setelah menanyakan alasan tidak diberikannya surat-surat tersebut, Drg. Bartolomeus Hermopan menjawab bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berdasarkan keputusan Bupati.
Elias menafsirkan jawaban Kepala Dinas Kesehatan ini sebagai indikasi adanya masalah pribadi antara dirinya dan Bupati serta Kepala Dinas Kesehatan, meskipun tidak ada konflik yang diketahui sebelumnya.
“Saya merasa aneh dengan jawaban Kepala Dinas Kesehatan dalam percakapan kami. Seolah-olah ada masalah pribadi antara saya dan Bupati, serta dengan Kepala Dinas Kesehatan. Namun, kami tidak pernah memiliki masalah pribadi,” jelas Elias kepada media pada Rabu, 13 November 2024.
Elias menambahkan bahwa Kepala Dinas Kesehatan sebelumnya telah menyatakan kepada wartawan bahwa jika dirinya diangkat kembali, ia akan melakukan protes lagi.
“Ini adalah tuduhan yang sangat merugikan, seolah-olah saya cenderung untuk menyebabkan keresahan di Manggarai. Saya bingung dengan jawaban Dr. Tomy. Selain itu, saya dituduh sebagai provokator hanya karena saya dipilih sebagai koordinator untuk 249 tenaga kesehatan yang pergi ke kantor Bupati. Kehadiran kami semata-mata untuk menyampaikan keluhan dan bukan untuk memicu kekerasan,” tegas Elias.
Elias Menemukan Banyak Kejanggalan dalam Seleksi PPPK
Elias telah menemukan banyak ketidakkonsistenan dan praktik tidak adil dalam proses seleksi administrasi PPPK.
Ia mencatat bahwa surat perintah kerja (SPK) untuk rekan-rekan yang diangkat kembali berlaku dari Januari hingga 30 Desember 2024, meskipun mereka diberhentikan selama lima bulan antara April dan September 2024.
“Menurut saya, ini adalah kasus manipulasi dokumen. Dokumen SPK mencakup periode dari Januari hingga 31 Desember 2024, sedangkan kami diberhentikan selama lima bulan. Ini berarti mereka menerima gaji selama periode tersebut,” tegas Elias.
Ia juga mengungkapkan bahwa ia menandatangani dokumen SPK pada bulan Maret setelah meninggalkan kantor Bupati. Saat itu, Kepala Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa dokumen tersebut akan ditandatangani oleh Bupati. Namun, dokumen tersebut hanya ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan.
“Ini adalah kasus manipulasi dokumen. Kami di-PHK dari April hingga September dan tidak menerima gaji, tetapi dokumen SPK berlaku dari Januari hingga 31 Desember, yang menyiratkan bahwa mereka memang menerima gaji,” tambah Elias.
Elias selanjutnya mengungkap anomali lain di mana seorang rekan yang tidak bekerja selama setahun karena mengikuti suaminya disetujui berdasarkan dokumen dari tahun 2023.
“Saya mendapat informasi bahwa seorang rekan lolos seleksi menggunakan dokumen dari tahun 2023, meskipun ia tidak bekerja selama setahun karena mengikuti suaminya. Saya mendapat informasi bahwa ia dipanggil kembali oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) pada tanggal 6 November, tetapi saya belum menerima informasi lebih lanjut,” jelas Elias.
Ia meminta media untuk mengkonfirmasi dengan BKD terkait ketidakkonsistenan dalam dokumen SPK yang menyebabkan persetujuan 246 tenaga kesehatan dalam proses seleksi, yang membedakannya dengan rekan-rekannya.
Elias merasa bahwa masa depan keluarganya hancur karena tuduhan yang tidak berdasar.
Ia menambahkan bahwa di bawah pemerintahan Heri, ia telah mengalami ketidakadilan dan kurangnya kemanusiaan.
Hermanus