CAKRA.OR.ID | Pringsewu – Suasana tak biasa menyelimuti Kabupaten Pringsewu, Lampung, Senin, 17 Maret 2025. Ratusan ASN dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan para Kepala Pekon (desa) se-Kabupaten Pringsewu menggelar aksi damai di depan kantor Polres Pringsewu. Aksi ini bertujuan mendesak agar Kapolres Pringsewu, AKBP M Yunus Saputra, tidak dicopot dari jabatannya.
Para demonstran, yang mengenakan seragam dinas masing-masing, tampak bersemangat menyuarakan orasi mereka. Namun, aksi ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Apa yang mendorong mereka, para abdi negara yang seharusnya melayani rakyat, turun ke jalan membela seorang Kapolres yang tengah diproses Divpropam Polri? Siapakah dalang di balik aksi ini?
Keraguan publik semakin menguat dengan munculnya pertanyaan: “Ada apa dengan para pejabat dan pegawai yang gajinya dibayar oleh rakyat, sampai mereka melakukan demo membela Kapolres yang sedang diselidiki?” pertanyaan ini dilontarkan oleh Anwar, seorang wartawan Lampung yang merasa aneh dengan aksi tersebut.
Tudingan adanya “sesuatu yang disembunyikan” pun muncul ke permukaan. Aksi ini bisa jadi merupakan upaya untuk menutupi kasus-kasus yang selama ini dijalankan di bawah “payung” Kapolres Yunus Saputra.
Dugaan ini semakin kuat dengan diungkapkannya rekam jejak Kapolres selama menjabat di Pringsewu. Ada yang menduga bahwa Yunus Saputra terlibat dalam melindungi sejumlah pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan keuangan negara. Aksi ini pun bukan sekadar upaya mempertahankan jabatan Kapolres, melainkan sebuah konspirasi yang lebih besar.
Pertanyaan utama yang perlu dijawab: apakah ini murni demi melindungi integritas Kapolres, atau ada agenda terselubung di balik aksi tersebut? Investigasi mendalam diperlukan untuk mengungkap kebenaran di balik demo yang dilakukan pada jam kerja, saat mereka seharusnya bekerja di kantor masing-masing.
Aksi tersebut mengundang perhatian publik, terutama jurnalis dan pengamat politik di Lampung. Ada dugaan kuat bahwa Kapolres memiliki pengaruh besar dalam stabilitas keamanan daerah, namun upaya mempertahankan posisinya tampak tidak murni karena integritasnya. Pertanyaan yang paling penting: mengapa mereka begitu gigih mempertahankan sosok ini sebagai Kapolres Pringsewu?
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, pun ikut menyoroti aksi tersebut. Ia menilai bahwa aksi ini merupakan bukti adanya kolaborasi ala mafioso antara Kapolres Pringsewu dan jajarannya dengan para pejabat dan pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pringsewu.
“Sesama busway dilarang saling mendahului, sesama koruptor harus saling melindungi,” ujar Wilson Lalengke, yang dikenal sebagai tokoh pers anti korupsi, menyindir relasi kolaboratif mereka.
Wilson Lalengke menyarankan agar pihak terkait melakukan audit terhadap kinerja seluruh instansi dan lembaga pemerintahan di Pringsewu. Ia menilai bahwa hampir semua kepala desa di Indonesia terlibat dalam pengemplangan dana desa. Dalam mengamankan aksinya, mereka kerap bekerja sama dengan aparat hukum, terutama kepolisian setempat.
“Perlu dorong Kejari periksa para pejabat, pegawai, dan kepala pekon terkait kasus pemberian dukungan ke Kapolres tolol itu. Saya berharap Irwasda setempat jangan diam saja atas fenomena ini. Harus ditindak-lanjuti dan dikasuskan mereka itu, beri sanksi dalam bentuk sanksi disiplin hingga dipidanakan jika terbukti terdapat kerugian uang negara yang dikemplang oleh kepala pekon, dan dinas-dinas di sana,” tegas Wilson Lalengke, yang beberapa waktu lalu melaporkan Kapolres Yunus Saputra atas pengancaman terhadap wartawan ke Divpropam Polri.
Aksi aneh para ASN Pringsewu ini mengungkap kejanggalan dan menyimpan banyak pertanyaan. Semoga kebenaran akan segera terungkap, dan para pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di depan publik.
YULIE