Situbondo , Cakra.or.id – Aktivitas Tambang Galian C di Kabupaten Situbondo diduga kuat menimbulkan potensi pelanggaran dan pembiaran. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPC LBH Cakra Situbondo, Nofika Syaiful Rahman (akrab disapa Opek), dalam konfirmasi kepada awak media. Peraturan perundang-undangan terkait penambangan, terutama Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur dengan jelas aspek perizinan, pengawasan, dan dampak lingkungan.
Aturan tersebut juga mengatur peran Vital Kepala Teknik Tambang (KTT), sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan turunannya, termasuk Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah-Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. Peraturan ini mengatur aspek keselamatan kerja pertambangan (K3) dan keselamatan operasi pertambangan.
Opek menjelaskan adanya aduan masyarakat terkait transparansi tata cara penambangan batu dan pasir di Situbondo. Transparansi ini dinilai tidak sesuai dengan praktik di daerah lain di Indonesia. Kekhawatiran utama adalah dugaan banyak penambang di Situbondo yang tidak menggunakan KTT. Jika benar demikian, siapa yang bertanggung jawab? Apakah para pejabat terkait, atau DPRD Kabupaten Situbondo?
“Ini perlu pengawasan yang signifikan,Jika memang benar adanya dugaan penambang di Kabupaten Situbondo tidak menggunakan Kepala Teknik Tambang (KTT), maka hal ini harus ditindak. Jangan sampai menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti longsor, Pengrusakan Lingkungan Serta memprioritaskan keselamatan pekerja maupun lingkungan hidup.” Tegas Opek
LBH Cakra Situbondo akan segera melayangkan surat kepada dinas terkait, APH ,DPRD Kabupaten Situbondo, dan Kementerian ESDM untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini. Permasalahan ini sangat penting untuk segera diselesaikan guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan dan melindungi keselamatan masyarakat serta lingkungan.
Novita