Berita  

“Bukan Mediasi, Tapi Intimidasi” LSM Jawapes Kritik Surat Mediasi Pasar Porong

Redaksi

SIDOARJO |www.cakra.or.id — Surat mediasi yang dialamatkan kepada salah satu pedagang individu di kawasan Eks Desa Mindi, Husen, menyulut kritik tajam. Ketua DPD Jawa Timur LSM Jawapes, Sugeng Samiaji, secara tegas menyebut surat tersebut sebagai bentuk tekanan terselubung yang mengancam prinsip keadilan dan kebebasan usaha di luar lingkungan Pasar Porong.

 

Surat mediasi tersebut diklaim berkaitan dengan aktivitas jual beli ayam potong yang dilakukan oleh dua pedagang, yakni Husen dan M. Nidom, yang berjualan sekitar 250–300 meter dari area resmi Pasar Porong. Harga jual yang lebih murah dari keduanya disebut-sebut menimbulkan kecemburuan dan tekanan dari komunitas pedagang pasar yang seharusnya tidak berhubungan dengan diluar anggota komunitas pasar.

 

Sebelumya Mediasi yang berlangsung pada Jumat (13/6) di Kantor Kelurahan Porong yang tidak menggunakan landasan hukum, perda Pergub atau peraturan menteri perdagangan dan Perdes yang mengatur harga jual pedagang melainkan mewadahi ego sekelompok orang untuk memaksakan kemauannya kepada pedagang penyewa ruko swasta/pribadi diluar pasar.

 

Namun, Sugeng menilai bahwa persoalan ini tidak bisa disederhanakan hanya sebagai konflik harga.

 

“Ini bukan mediasi, ini adalah bentuk tekanan yang dibungkus dengan baju damai. Isinya cenderung sepihak dan tidak berpijak pada regulasi hukum yang berlaku, baik perda, peraturan gubernur, ataupun aturan perdagangan,” ujar Sugeng Samiaji.

 

Sugeng juga mempertanyakan dasar hukum mediasi yang digelar pada Jumat, 13 Juni 2025 di Kantor Kelurahan Porong, yang menurutnya tidak memiliki legitimasi kuat.

 

“Tidak ada dasar hukum yang jelas. Mediasi ini hanya mewadahi ego sekelompok orang yang ingin menyeragamkan harga dan membungkam kebebasan pedagang kecil. Ini bisa mengarah pada praktik kartel terselubung, dan itu sangat berbahaya bagi dinamika pasar yang sehat,” tambahnya.

Baca juga
Patroli Gabungan Satpolairud Polres Situbondo Bersama TNI Pastikan Kondusifitas dan Keselamatan di Pelabuhan Jangkar

 

Sementara itu, Sekretaris Lurah Porong, Ahmad Tohir, memberikan klarifikasi bahwa pihak kelurahan hanya bertindak sebagai fasilitator atas permintaan sekelompok pedagang.

 

“Perlu kami tegaskan, kelurahan hanya memfasilitasi tempat dan menyaksikan dan mengetahui ikut bertandatangan atas mediasi tersebut itu merupakan permintaan sekelompok pedagang ayam dari Pasar Porong.” jelas Ahmad Tohir saat dikonfirmasi.

 

Namun, bagi Sugeng Samiaji, tindakan fasilitasi tanpa landasan hukum tetap berisiko menjadi alat legitimasi tekanan terhadap pedagang kecil.

 

“Kalau hanya memfasilitasi tanpa memastikan bahwa mediasi itu adil dan sah secara hukum, maka itu sama saja membuka ruang intimidasi. Ini bukan sekadar administrasi, tapi menyangkut nasib pedagang kecil,” tegasnya.

 

Husen, salah satu pedagang yang disorot dalam kasus ini, mengaku heran dengan adanya mediasi tersebut. Ia menegaskan bahwa usahanya dilakukan secara mandiri di luar kawasan pasar dan tidak melanggar aturan.

 

“Kami jualan di tempat terbuka, tidak di dalam pasar. Harga kami mungkin memang lebih murah, tapi itu bukan karena main harga. Kami hanya ambil untung sedikit, yang penting dagangan kami laris dan hasilnya barokah,” ujar Husen dengan nada tenang.

 

Husen, yang telah berjualan selama kurang lebih satu bulan, dikenal sebagai pedagang yang jujur dan dipercaya oleh pembeli. Pendekatan kompetitif yang ia lakukan justru mencerminkan nilai pasar bebas yang sehat.

 

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pengirim surat mediasi. Sementara itu, LSM Jawapes menyatakan siap memberikan pendampingan hukum apabila tekanan terhadap pedagang kecil masih terus berlanjut.

Penulis: GhanaEditor: Red